Halaman

Rabu, 30 April 2014

Bulungan, Desa Mara Hilir

Dalam perjalanan liburan singkatku, aku memilihnpergi ke salah satu kampung kecil di Kabupaten Bulungan, yaitu Desa Mara Hilir. Bulungan merupakan ibu kota provinsi yang baru setahun dibentuk, yaitu ibukota provinsi Kalimantan Utara.

Tujuan liburan kali ini berbeda dari sebelumnya, selain jauh lebih ekonomis, saya memilih desa tersebut karena kali ini saya berlibur bersama kedua saudara kandung saya dan satu saudara sepupu. Tempat tinggal di sana telah kami rencanakan, karena ada saudara yang tinggal di sana.

Perjalanan kami mulai dari Tarakan menuju Bulungan menggunakan speedboat dalam waktu kurang lebih 1 jam. Samapai di Bulungan kami singgah sehari di rumah nenek, sekaligus mengajak saudara perempuan saya yang bekerja di sana. Keesokan harinya, kami mulai lagi perjalanan pada pukul 8 pagi dari Bulungan ke Desa Mara Hilir.

Perjalanan kami tempuh sekitar 2 jam lebih. Alat transpoetasi yang kami gunakan adalah perahu yang dapat menampung maksimal 15 orang, tapi dalam perjalanan kali ini kami hanya berlima, karena paman saya sendiri sebagai pemilik dan sekaligus motoris perahunya.

Sepanjang jalan yang kami lewati benar-benar mengesankan, walaupun memakan waktu yang cukup lama, namun disetiap waktu yang terlewati tidak kami buang sia-sia dengan mengamati pemandangan alami hutan kalimantan. Melihat tanaman liar dan beberapa alat transportasi pribadi masyarakat yang berpapasan dengan kami.

Setelah 30 menit berjalan, paman mengajak kami singgah di salah satu pesisir sungai  untuk menikmati sarapan dan beberapa makanan yang telah kami siapkan. Sambil menyantap makanan, saya memerhatikan sekeliling daerah itu, ternyata begitu tenang, dan pemandangan yang terhampar begitu indah. Tidak lupa kami mengeluarkan kamera untuk mengabadikan peristiwa di tempat ini.

Dalam perjalanan, kami singgah di wc umum, dan ternyata wc umumnya tidak ada yang menjaga dan sudah pasti gratis. Tapi kita harus menyiapkan gayung, tisu, dan kalu perlu atap sendiri. Mengapa? Karena wc ini hanya berbentuk kakus yang mengambang di sungai, bilik kecil berukuran 1meter x 1meter dengan tinggi 1meter lebih sedikit, bahan dindingnya terbuat dari papan, dan tanpa atap. Air wc ini pun tak akan habis, karena airnya langsung ambil dari sungai. Luar biasa, hahaha

Sampai di desa tersebut, kami langsung disuguhi makan siang buatan bibi atau yang biasa kami sebut acil. Selesai santap siang, kami beristirahat menunggu sore. Hingga tibanya sore, kami besgegas pergi mandi, kali ini kami mencoba kebiasaan orang setempat, bukan mandi di kamar mandi di dalam rumah seperti biasanya. Kamar mandi berada di luar, biasa di sebut batang atau lanting. Airnya tak akan habis karena air sungai yang mengalir, dan bila tidak bisa berenang, anda perlu sangat berhati-hati karena biala terjatuh, anda harus siap berenang di sungai.

Di desa tetsebut terdiri dari sekitar 50 kepala keluarga saja, intuk mengelilinginya hanya butuh waktu 20 ,enit dengan berjalan kaki. Di sana sudah ada Paud, dan SD. Ada PLN dan juga posyandu. Listrik si jatah hanya dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi. Namun bila hari libur listrik dapat dinikmati 24 jam.

Namun perjalanan pulang kami tempuh dalam waktu setengah jam saja, karena kami menggunakan speedboat yang dapat di tumpangi 6 orang, dan 1 orang dikenakan tarif rp50.000.