Halaman

Senin, 27 Juli 2015

Menjadi perubah, atau menikmati perubahan

Alhamdulillah, bisa bertwmu dan berbagi cerita dengan teman semasa SMA. Tahun yang sudah berganti, sekitar 6 tahun sudah. Mereka masih sama, membuatku menemukan motivasi, menemukan ide baru, menemukan cara pandang baru.

Mereka tidak berubah, masih sama seperti jaman SMA, tetap cantik dan penuh semangat. Mereka berubah lebih banyk ilmu dan pengalaman.

Tarakan, kita pernah sekolah di sini, mungkin ada yang lahirpun di kota kecil ini, pulau yang tidak terlihat di peta indonesia, penghasil minyak dan tempat pertama penjajah Jepang mendarat.

Lepas dari SMA kita nerada pada masa mencari siapa diri kita sebenarnya. Memulai perjuangan dan bertaruh semangat mengejar cita-cita. Banyak yang merantau, menuntut ilmu dan pengalaman ke kota yang lebih besar dan maju. Meninggalakan kota kecil yang sedang melangkah dalam perkembangan.

Well, pengantar di atas kurasa cukup. Malam ini tiba-tiba ingin menuliskan apa yang ada di benak setelah silahturahmi dengan beberapa temanku. Biasanya teman lama maka pembicaraannya seputar nostalgia dan menanyakan apa yang terjadi sekarang. Dan akan menyesakkan bila kamu belum lulus kuliah sedangkan yg lain sudah. Oh... nyesek!

Tapi, ada yang berbeda malam ini, aku mendwngarkan temanku yang sekolah di luar kota terhitung sekitar 6 tahun mereka menghabiskan masa remaja akhir dan dewasa awalnya di kota tempat merwka menuntut ilmu, yang jelas kotanya lebih memiliki level di atas kota SMA kami, di bidang pendidikan, wisata, ekonomi, dan lainnya. Perkataan yang membekas di pikiranku yaitu, mereka katakan kok Tarakan sepi yah?

Nah, muncul deh kata-kata di otakku untuk memaparkan pendapatku, yang kuliah di kota ini, yang pernah ke luar kota walau hanya 2 tahun. Seakan aku mau mempersiapkan paparan dalam power point untuk menjelaskan pada mereka apa yang aku pikirkan agar mereka mengerti mengapa mereka bilang Tarakan sepi.

Wah agak alay, tapi ini sempat menjadi perbincanganku dengan satu temanku di motor diperjalanan pulang. Sampai dia menjelaskan, bukan maksudku menghina tarakan loh (oke aku ngerti, itu adalah gambaran kalian terkesima dengan kota di sana) aku pernah seperti itu, mungkin ini yang di rasakan keluargaku waktu aku baru pulang ke kampung Tarakan ini.

Taukah kalian? Bagai mana rasanya aku mendengar kata itu? Kesel, sedikit angry, yah ini jujur. Why? Karena kalian punya ekspektasi yang tinggi saat pulang ke Tarakan. Please wake up! You just left this city about 6 years, please belive and realize, the city can't grow like a magic show in a second become beatiful. Don't thing like I though before. You guys heve more briliant idea, higger knowladge than me, karena kalian belajar dan me dapat pengalaman di kota yang sudah berkembang jauuuuuh di banding kota ini, begitupun orangnya di sana.

Ketika pulang, kaget melihat kondisi di kota kecil ini. Tidak ada mol yang dapat dikunjungi untu sekedar refresh lirik kanan-kiri mencari inspirasi. Menikmati perjalanan dengan suguhan yang asri dan temperatur udara yang nyaman. Fasilitas lengkap dan mendukung untuk berbagai kegiatan. Kebiasan yang kalian jalani selama dikota orang. Yah itu kebiasaan yang kalian nikmati selama kurang lebih enam tahun di sana, di masa produktif kalian. Masa yang lebih memberikan kesan pada kalian karena otak kalian sudah berkembang dan siap menghadapi berbagai peristiwa dan fisik kalian yang siap melakukan apapun yang ingin kalian lakukan. Sedangkan saat di Tarakan dulu kalian masih anak-anak. Masa pertumbuhan yang belum maksimal untuk doing anythink you want.

Menikmati kota yang bangun lebih awal dari kotamu? Yah jelas, pernahkah kalian menyempatkan melihat even ulang tahum kota tersebut? Bisa diingat kembali ulang tahun kota mereka yang keberapa? Apa kalian masih ingat? Kota kecil ini Desember nanti baru merayakan ulang tahun yang ke 19 tahun? Masih belia bukan.

Tidakkah kalian pernah belajar sejarah kota ini? Awal mula menjadi kota madya, dalam 19 tahun ini perubahan apa yang sudah terjadi di sini? Tidakkah kalian melihat peta, letaknya secara geografis, berapa jaraknya dari ibu kota negara? Tidakkah kalian ingat bahwa Indonesia dulunya memiliki sistem pemerintahan terpusat, hasil daerah setor ke pusat, bangun daerah pusat dan sekitarnya. Tidakkah kalian mengerti untuk membangun kota ini menjadi seperti ekspektasi kalian butuh waktu dan dana yang banyaaaaaaak? Dan, kota ini butuh pemuda yang berani, kuat, cerdas, dan inovatif untuk membangunnya?

Kira-kira, bisakah kita berharap pada walikota kita yang sekarang menjabat, atau pada walikota periode sebelumnya untuk membangun kota ini?

Sempatkah terpikir ingin menjadi seorang yang dapat membangun sesuatu yang akan dinikmati orang nantinya seperti apa yang kamu rasakan disaat kamu menikmati kota lain?
Apa kalian berani dan sudah mempunya ide besar?
Apa kalian sudah siap?
Apa kalian hanya tetap ingin menjadi penikmat?

Tidak inginkah kalian menjadi tokoh yang akan dikenang orang-orang yang nantinya berkunjung di pulau kecil perbatasan negara ini?

Lihatlah mereka yang sudah berjuang membangun kota ini, dari 10 tahun yang lalu, mungkin saat itu kalian masih sekolah di SD bangunan kayu, lantai pasir. Pernahkah kalian melihat anak-anak SD sekarang belajar di gedung beton bertingkat? Hampir semua gedung sekolah sudah diperbarui, gedung pelayanan kesehatan sudah layak untuk digunakan di jaman sekarang.

Well... aku juga sempat seperti kalian, namun setelah kembali menetap di kota ini, mencari ilmu, dan rezeki di kota ini juga, aku sadar. Aku belum bisa membuat suatu yang berarti untuk kotaku dan menuntut banyak padanya.

Tidak ada komentar: